BALIKPAPAN, Busam.ID – Sebagaimana diketahui umum, jumlah pemilih Indonesia didominasi gender perempuan. Namun ironinya, jumlah perempuan di parlemen sangat minim. Tidak mencerminkan keterwakilan atas jumlah.
Kondisi ini ditanggapi anggota Komisi IV DPRD Kaltim Fitri Maisyaroh dalam kunjungannya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Balikpapan, Rabu (14/12/2022), sebagai dampak dari minimnya minat politik pada pemilih perempuan.
Fitri menjabarkan, sebenarnya secara regulasi, adanya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu yang mengatur agar komposisi penyelenggara Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%, sudah memadai.
Namun dalam realitanya, keterwakilan perempuan di parlemen masih di bawah angka 30 persen.
“Keterpilihannya itu tidak sampai 30 persen. Di DPR RI itu baru 20%, di DPRD Kaltim juga baru kisaran 20%.Di DPRD Kaltim itu dari 55 kursi hanya 11, yang perempuan. Termasuk di Kota Balikpapan dari 45 kursi itu hanya 9 yang perempuan. Artinya PR untuk memenuhi quota keterwakilan perempuan yang diamanatkan undang-undang masih 10% lagi,” beber Fitri kepada wartawan.
Sehingga pihaknya berupaya agar amanah undang-undang 30% keterwakilan perempuan di parlemen itu bisa tercapai.
Pertimbangannya, dengan banyaknya perempuan di parlemen, setidaknya pada quota 30 persen, banyak hak-hak perempuan yanh bisa diperjuangkan.
“Karena hanya perempuan yang bisa memperjuangkan kepentingannya dalam peraturan perundangan. Tidak bisa laki-laki memperjuangkan kepentingan hamil, melahirkan dan menyusui karena yang tahu rasanya hanya perempuan yang mengalami. Bukan perempuan mau menyaingi laki-laki, tapi lebih pada penyeimbang, ” tandas Fitri.
Diakui Fitri, kurangnya minat perempuan terhadap politik menjadi faktor penyebab minimnya jumlah keterpilihan perempuan di parlemen.
“Maka penting semua pihak sebetulnya berpartisipasi memberikan edukasi politik baik dari pemerintah maupun dari anggota masyarakat yang paham. Agar gerakan untuk memahamkan perempuan tentang politik ini masif. Sehingga memunculkan ketertarikan dari perempuan untuk menjadi wakil di parlemen,” tandas Fitri.
Menurut perempuan berhijab ini, partai politik juga harus memberikan edukasi jika mau jujur dalam menjalankan amanat undang-undang.
Di samping partai politik juga harus siap memberikan jatah kursinya kepada perempuan, tidak hanya menjadikan perempuan sebagai pelengkap persyaratan supaya parpolnya lolos.
“Apakah partisipasi pemilihnya kurang ataukah perempuannya yang tidak mau terlibat jauh dalam perpolitikan, ternyata dari fakta yang kita dapat, pemilih perempuan keterlibatannya cukup tinggi, jadi yang nyaleg dan yang betul-betul layak jadi caleg juga masih minim,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Balikpapan Noor Toha menyampaikan perbandingan jumlah pemilih perempuan dan laki-laki di Balikpapan tidaklah signifikan.
“Perbedaannya tidak signifikan. Memang banyak perempuan dan partisipasi pemilihnya tinggi,” komentar Toha tanpa menyebutkan angka untuk perbandingan. (man/an)