Samarinda, Busam.ID – Kesuksesan di sektor pertanian kini tak lagi hanya identik dengan para petani berusia lanjut. Generasi muda mulai menunjukkan bahwa dunia pertanian dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan, terlebih dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi.
Seorang petani milenial di Kecamatan Tenggarong sukses meraup penghasilan melalui sektor pertanian. Petani milenial itu bernama Ridho yang belajar bertani secara autodidak dengan memanfaatkan informasi dari media sosial.
Ridho menyebut, selama ini pertanian dianggap sebagai pekerjaan kotor dan tidak menguntungkan, sehingga tidak banyak anak muda yang tertarik menjadi petani.
“Saya pada 2017 sudah mengetahui sejumlah teori pertanian dan bertemu dengan tiga orang teman saya. Kami mulai belajar bersama-sama,” kata Ridho, Selasa (26/11/2024).
Ia mengaku, untuk mengolah lahan pertanian, dirinya meminjam lahan seluas satu hektare milik saudari ibunya di Desa Bendang Raya, Kecamatan Tenggarong. Dari modal tersebut, ia bersama temannya membuka lahan sekitar 15 x 10 meter dan mulai menanam 150 pohon cabai
“Pada panen pertama, harga cabai sedang tinggi hingga Rp 100 ribu per kilogram. Pendapatan kami lumayan besar, sampai Rp 6 juta. Padahal, modalnya hanya benih dan perawatan secukupnya,” ungkapnya.
Melihat potensi itu, Ridho bersama ketiga temannya memperluas lahan masing-masing hingga satu hektare. Tanaman yang mereka pelihara bervariasi, disesuaikan dengan siklus tanam dan permintaan pasar.
“Kebanyakan itu tanaman hortikultura seperti sawi, tomat, dan cabai. Hasilnya luar biasa. Sekali panen, bisa mencapai 10 ton dengan pendapatan menyentuh Rp 60 juta,” ujarnya.
Pemasaran hasil panen mereka mencakup wilayah Tenggarong, Samarinda, Balikpapan, Bontang, hingga Banjarmasin dan Palu.
Dari hasil usahanya di sektor hortikultura, Ridho berhasil membangun sebuah rumah, membeli dua kavling tanah di Tenggarong, mengakuisisi tiga hektare lahan pertanian, dan membeli dua sepeda motor.
“Bukannya sombong, tapi ini bukti sektor pertanian itu menjanjikan untuk petani milenial,” jelasnya.
Ridho mengaku prihatin dengan kurangnya regenerasi petani. Bersama teman-temannya, ia mendirikan sebuah perkumpulan petani muda di Desa Bendang Raya, Tenggarong, untuk menginspirasi generasi muda.
“Saya kira anak muda perlu menghilangkan stigma kalau pertanian tradisional itu tidak menguntungkan. Saat ini, petani tidak memegang cangkul. Sudah lebih modern karena ada teknologi,” pungkasnya. (ody/adv/distanakkukar)
Editor: Lisa