Investigasi Kualitas Pertamax di Samarinda, AH Ungkap Temuan Laboratorium yang Bertolak Belakang

Busam ID
Wali Kota Samarinda, Andi Harun saat memaparkan hasil uji laboratorium BBM Pertamax dan temuan kualitas BBM jenis Pertamax dalam kondisi tidak baik dan layak, Senin (5/5/2025). Foto by Zulkarnain

Samarinda, Busam.ID – Polemik terkait dugaan kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang menyebabkan kerusakan pada sejumlah kendaraan di Samarinda mulai terkuak. Wali Kota Samarinda Andi Harun (AH) membuka hasil kajian ilmiah independen yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian kualitas Pertamax pada sampel BBM dari kendaraan yang terdampak keluhan masyarakat.

Dalam keterangan pers yang disampaikan, Senin (5/5/2025) sore sekitar pukul 16.30 Wita, AH memaparkan adanya perbedaan signifikan antara hasil uji kualitas Pertamax di tingkat terminal dan SPBU dengan temuan di lapangan pada kendaraan konsumen yang mengalami kerusakan.

AH kemudian memaparkan 2 hasil pengujian yang berbeda. Pertama, berdasarkan kajian ilmiah kualitas Pertamax yang dilakukan tim independen akademisi dengan pengambilan sampel di tanggal 12 April 2025 di Terminal Petraniga (tangki T-05), SPBU Slamet Riyadi, dan SPBU APT Pranoto, menunjukkan kualitas BBM jenis Pertamax dalam kondisi baik dan layak.

“Hasil pengujian dari tim independen pada sampel di tingkat terminal dan SPBU menunjukkan Pertamax yang beredar saat pengambilan sampel masih memenuhi standar kualitas,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Dia juga menyampaikan laporan internal dari Pertamina yang diterima atas permintaan Pemkot Samarinda. Laporan tersebut, dengan rentang waktu pengujian H-3 hingga H+7 dari tanggal laporan, juga menunjukkan kualitas Pertamax memenuhi baku mutu sesuai Standar SK Dirjen Migas No. 3674K/24/DJM/2006.

Namun, AH kemudian mengungkapkan fakta mengejutkan berdasarkan penelitian akademis independen terhadap sampel BBM dari kendaraan konsumen yang terdampak kerusakan.

“Meskipun hasil uji di tingkat awal menunjukkan kualitas yang baik, fakta di lapangan dan keluhan masyarakat mengindikasikan adanya masalah. Oleh karena itu, kami melakukan penelitian lebih lanjut pada BBM dari kendaraan yang mengalami kerusakan,” tegasnya.

Dari tiga sampel BBM jenis Pertamax yang diambil dari kendaraan berbeda yang terdampak dan terverifikasi sumbernya, analisis awal pada parameter Research Octane Number (RON) menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan, sampel ke-1: RON = 86.7, sampel ke-2: RON = 89.6 dan sampel ke-3: RON = 91.6.

“Ketiga sampel ini menunjukkan nilai RON yang jauh lebih rendah dari standar minimal Pertamax, yakni 92,” jelasnya.
Penelitian lebih mendalam kemudian dilakukan pada sampel ketiga (RON 91.6), yang memiliki nilai RON tertinggi di antara sampel terdampak. Hasilnya menunjukkan adanya ketidaksesuaian pada empat parameter penting, yakni kandungan Timbal: 66 ppm, kandungan Air: 742 ppm, kandungan Total Aromatik: 51.16%v/v, dan kandungan Benzen: 8.38%v/v.

“Keempat parameter ini tidak sesuai dengan standar kualitas Pertamax yang seharusnya,” tegas AH.

Untuk memperkuat temuan tersebut, dilakukan uji sedimen menggunakan Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX) dan gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Hasilnya pada sampel terdampak (RON 91.6) menunjukkan adanya kontaminan Timah (Sn), Rhenium (Re), dan Timbal (Pb). “Ketiga unsur ini berpotensi mempercepat oksidasi BBM menjadi hidrokarbon kompleks,” jelasnya.

Lebih lanjut, uji FTIR mengkonfirmasi terbentuknya polimer, senyawa berbobot molekul besar seperti polietilen, polistirean, polipropilena, dan poliakrilonitril.
“Pembentukan polimer ini mengakibatkan rusaknya BBM Pertamax, ditandai dengan terbentuknya gum yang menyebabkan penyumbatan filter pada sistem injeksi bahan bakar,” paparnya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, AH menyimpulkan penyebab utama kerusakan kendaraan bermotor konsumen yang terdampak adalah kualitas BBM Pertamax yang tidak memenuhi standar atau sudah dalam kondisi rusak.

“Kerusakan pada BBM ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya penyimpanan yang terlalu lama, paparan sinar matahari langsung maupun tidak langsung, kontaminasi dengan kelembaban udara, air dan logam, sistem penyimpanan BBM dengan ventilasi buruk, serta penambahan zat aditif yang tidak terukur,” jelasnya.

AH menegaskan Pemkot Samarinda akan segera berkoordinasi dengan Polresta Samarinda dan pihak terkait, termasuk Pertamina, untuk menindaklanjuti temuan ini dan mencari solusi terbaik bagi masyarakat yang dirugikan.
“Kami akan terus mengawal isu ini hingga tuntas dan memastikan masyarakat Samarinda mendapatkan kualitas BBM yang sesuai dengan standar,” tandasnya. (adv/pemkot/zul)
Editor: M Khaidir

Baca berita BusamID seputar Kaltim, Samarinda dan lainnya melalui Google News

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *